Indonesia kini berada di ambang penjajahan baru. Sebagai sebuah bangsa berdaulat, secara bertahap tapi pasti kita mulai kehilangan kedaulatan dalam berbagai bidang. Kedaulatan politik kita kini dengan mudah dipermainkan gelombang tekanan kepentingan asing. Kedaulatan ekonomi dihadapkan pada realitas semakin didiktenya denyut ekonomi kita oleh kapitalisme global dan ideologi neo-klasik. Kedaulatan pangan kini tergadaikan oleh ketergantungan yang semakin besar pada pasokan luar negeri. Kedaulatan energi terombang-ambing dipermainkan gelombang mekanisme pasar global yang menguras sumber daya nasional. Kita juga semakin kehilangan kemandirian di bidang teknologi menggerus kapasitas bangsa untuk bersaing di arena global. Lebih lagi, jiwa bangsa sebagai benteng terakhir ketahanan sebuah bangsa berada di ambang kebangkrutan: kita semakin kehilangan kebanggaan dan martabat sebagai sebuah bangsa.
Sebagai sebuah negara yang berfungsi mengatur kepentingan publik, kapasitas kita untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sosial dasar dan kemanusiaan dihadapkan pada persoalan serius. Hal ini berakibat pada semakin merosotnya legitimasi Indonesia sebagai sebuah konsep negara-bangsa di hadapan rakyatnya sendiri, di tengah-tengah lemahnya kepemimpinan nasional dan kapasitas pengelolaan pemerintahan. Pengangguran, kemiskinan dan keterbelakangan semakin meluas dan mendalam di tengah-tengah memudarnya tanggung-jawab publik negara. Sementara barang-barang kebutuhan pokok semakin langka dan harganya semakin jauh dari jangkauan rakyat kebanyakan di tengah-tengah kegagalan negara mendorong peningkatan kapasitas produktif bangsa.
Sebagai sebuah masyarakat, Indonesia dihadapkan pada persoalan yang sama peliknya. Kita kehilangan harapan di tengah-tengah frustrasi sosial yang semakin meluas. Kita memimpikan kembalinya masa lalu di tengah-tengah ketidak-pastian yang merupakan anak kandung yang lahir dari rahim persaingan bebas ala neo-liberal.
Kita memuja pragmatisme jangka pendek di tengah-tengah memudarnya keyakinan akan nilai dan ideologi. Kita menapaki jalan individualisme dan konsumerisme di tengah-tengah memudarnya sikap voluntarisme, soliditas sosial dan kegotongroyongan.
~ 2 ~
Kesemuanya bukan saja telah menjauhkan kita dari cita-cita masa depan, yakni Indonesia yang menjaga ketertiban umum, Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah, Indonesia yang mencerdaskan kehidupan bangsa, dan Indonesia yang turut serta dalam menciptakan perdamaian dunia. Tetapi lebih lagi, Indonesia dan ke-Indonesia-an sebagai puncak dari seluruh sejarah perjuangan panjang bangsa saat ini berada dalam perjudian besar. Pengalir dari alasan-alasan di atas, Megawati Soekarnoputri bersama PDI Perjuangan sebagai kekuatan politik terpanggil untuk menegaskan dan mengukuhkan kembali ideologi sebagai jalan perjuangan partai melalui manifesto Nasionalisme-Kerakyatan PDI Perjuangan. Kami bertekad melakukan restorasi menyeluruh berbagai dimensi keterpurukan yang mengarahkan Indonesia ke lembah kelam penjajahan baru.
Jalan yang kami pilih adalah jalan ideologi. Arah yang dituju adalah pembangunan kembali jiwa bangsa: jiwa untuk menegakkan kembali kedaulatan, martabat dan kebanggaan sebagai sebuah bangsa; jiwa untuk menegaskan kembali fungsi publik negara dan sentralitas kepemimpinan serta menejemen berbangsa; jiwa untuk menggelorakan kembali harapan di tengah frustasi sosial yang mendalam; jiwa untuk menemukan jalan bagi masa depan di tengah meluasnya romantisme untuk kembali ke masa lalu dan serbuan pragmatisme jangka pendek; dan jiwa untuk meneguhkan kembali kegotong-royongan di tengah mekarnya individualisme, konsumerisme dan memudarnya nilai-nilai voluntarisme.
Kami memilih jalan ideologi karena kami percaya bahwa ideologi berfungsi sebagai dasar, tiang penyangga, acuan, arah (leitstar), sekaligus bingkai yang mengatur kebijakan, tingkah-laku, tindakan serta kerja politik dari negara, kekuatan politik serta rakyat yang berada di dalamnya.
Di antara sebaran spektrum idelogi utama yang berkembang di Indonesia, yakni Marxisme, Liberalisme, Agama dan Nasionalisme, serta kharakter pokok ideologi yang diwujudkan dalam bentuk Sosialisme Demokrasi, Nasionalisme, Kerakyatan, serta Teokrasi, PDI Perjuangan sejak awal, dan lewat dialektika sejarahnya, telah menempatkan dan memantapkan Nasionalisme-Kerakyatan sebagai ideologi utamanya.
Penempatan dan pemantapan Nasionalisme-Kerakyatan sebagai ideologi PDI Perjuangan berangkat dari pemahaman filsafati yang mendalam dan mengakar dalam sejarah partai mengenai hakekat manusia Indonesia yang diidealkan. Manusia yang secara kultural diperhubungkan melalui konsepsi sebagai saudara sebangsa (fraternity) yang berakar pada kesadaran filsafati manusia sebagai entitas sosial. Manusia yang secara politik berwatak dan bertindak nasionalis yang bersumber dari pemahaman atas
~ 3 ~
prinsip persamaan sebagai dasar dari humanisme. Manusia yang dari sudut teknokratik, didasarkan pada prinsip kewarga-negaraan (citizenship). Hakekat dasar manusia sebagai saudara sebangsa, nasionalis, dan warga negara merupakan dasar filsafati idelogi politik Nasionalisme-Kerakyatan. Akar historis Nasionalisme-Kerakyatan telah melewati hamparan sejarah panjang dan melewati fasefase kritis pergulatan Indonesia sebagai bangsa dan PDI Perjuangan sebagai kekuatan politik. Nasionalisme-Kerakyatan mengalami evolusi, penajaman dan kontekstualisasi dari gagasan dasar Bung Karno mengenai Marhaenisme, Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, dan Tri Sakti.
Marhaenisme dipilih karena telah meletakan dasar bagi watak ekonomi politik Indonesia yang diidealkan, yakni rakyat sebagai kekuatan produktif-kolektif sebagai soko guru penciptaan keadilan dan kemakmuran seluruh bangsa. Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni meletakkan fondasi pemahaman mengenai nasionalisme, demokrasi dan pluralisme sebagai inti ideologi dan bagian keseharian kerja politik PDI Perjuangan. Sementara Tri Sakti, memberikan pemahaman mengenai dasar dan syarat-syarat untuk menetapkan tempat Indonesia dalam pergaulan antar bangsa yang sederajat dan bermartabat, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiganya, merupakan fondasi dalam membentuk kemandirian dan martabat Indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka.
Gagasan-gagasan Bung Karno telah mengalami evolusi pada tiga evolusi sejarah penting PDI Perjuangan, yakni tahapan formatif, konsolidasi dan kristalisasi. Pada tahapan formatif, yakni periode pergulatan internal menuju dan sesaat setelah fusi lima partai, masing-masing PNI, Parkindo, Partai Khatolik, IPKI dan Murba pada 10 Januari 1973, demokrasi Indonesia, kebangsaan dan keadilan sosial disepakati sebagai pilarpilar pembentuk ideologi partai. Konsolidasi ideologi terus berlanjut memasuki era awal tahun 1980-an dengan ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal bagi semua kekuatan politik. Pada tahapan ini, PDI meneguhkan Pancasila sebagai ideologi partai dengan demokrasi Indonesia, kebangsaan dan keadilan sosial sebagai ciri-ciri partai.
Kristalisasi ideologi partai mencapai bentuk matang pada periode transisi dari regim otoritarianisme Orde Baru ke Orde Reformasi melalui penetapan Pancasila 1 Juni sebagai ideologi PDI Perjuangan dengan memberikan penekanan pada kehendak untuk membangun partai modern yang tetap bernafaskan roh kerakyatan.
Proses formasi, konsolidasi dan kristalisasi ideologi PDI Perjuangan bukan saja telah melewati perjalanan sejarah panjang pada tingkat wacana (lihat bagan 1), tapi juga telah melewati proses dialektika internal dan rangkaian kerja politik kongkrit dalam mengatur dan mengelola partai; dan dialektika eksternal melalui berbagai
~ 4 ~
tindakan dan refleksi dalam menjawab perkembangan dan perubahan lingkungan domestik dan geopolitik regional dan global. Dalam proses ini, keadilan sosial muncul sebagai tantangan masa kini dan masa depan bagi Indonesia dan dunia. Hal ini membawa PDI Perjuangan untuk kembali memberikan penekanan pada keadilan sosial sebagai elemen dasar ideologi partai.
Jalan ideologi yang ditempuh PDI Perjuangan untuk melakukan restorasi menyeluruh berbagai dimensi keterpurukan bangsa dioperasionalisasikan melalui 6 strategi perjuangan yang dilakukan secara simultan: kedaulatan, nasionalisme, keadilan sosial, kemandirian, demokrasi, dan pluralisme. Keenam elemen merupakan titik-titik simpul yang menghubungkan dua titik ekstrim tanggung-jawab utama dalam proses pembentukan kebudayaan politik sebuah masyarakat politik (polity), yakni negara dan masyarakat (rakyat). Hal ini sekaligus menjadi dasar bagi PDI Perjuangan dalam merumuskan tipologi negara yang diidealkan.
Ideologi Nasionalisme-Kerakyatan PDI Perjuangan mencita-citakan tiga tipologi ideal negara yang akan diperjuangankan, sesuai dengan spektrum tanggung-jawab yang melekat di dalamnya. Bagi kami, tipologi negara responsif, penjamin, dan fasilitator yang tertera di bagan 2 merupakan tiga fungsi negara yang menjadi dasar pembentukan strategi perjuangan PDI Perjuangan.
~ 5 ~
Untuk menjalankan strategi perjuangan kedaulatan dan nasionalisme, tanggungjawab pokok berada di tangan negara. Negara adalah negara yang responsif (responsive state). Negara yang sepenuhnya bertanggungjawab dalam penegakan kedaulatan dan nasionalisme. Negara yang sepenuhnya bertanggung-jawab dalam menjaga integritas teritorial dan berdaulat dalam mengambil keputusan. Negara yang tidak dapat membebaskan diri dari kewajiban untuk menjaga kedaulatan dan nasionalisme Indonesia.
Dalam menjalankan strategi perjuangan keadilan sosial dan kemandirian, PDI Perjuangan memperjuangkan adanya konvergensi tanggung-jawab antara negara dan rakyat dalam mewujudkan keadilan sosial dan kemandirian bangsa. Negara tipe penjamin (guarantor state) adalah negara yang akan diwujudkan PDI Perjuangan.
Negara yang tetap diikat secara moral, politik dan ideologis untuk memiliki Tanggungjawab publik. Negara yang tidak boleh berpangku tangan menyaksikan Pergulatan warganya di tengah persaingan bebas yang meminggirkan kaum Marhaen.
Negara yang tidak boleh tidur nyenyak di tengah-tengah kemiskinan, penganggungguran, keterbelakangan yang terus membengkak; di tengah-tengah harga yang melambung tinggi; di tengah-tengah frustrasi sosial masyarakat yang tak berdaya melihat masa depan yang lebih baik. Negara yang harus bertanggung-jawab dalam mendorong kapasitas produktif, memperkuat kemampuan warga untuk hidup tegak sebagai manusia yang sempurna. Untuk menjalankan strategi strategi perjuangan demokrasi dan
pluralisme, tipologi negara ideal yang ingin diwujudkan PDI Perjuangan adalah Negara yang
~ 6 ~
memfasilitasi (fasilitator state). Negara yang berfungsi untuk memfasilitasi agar semua karya, cipta, dan karsa masyarakat dalam mengelola potensi diri, dalam mengelola keragaman, dalam mengelola modal sosial dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif.
Bagi PDI Perjuangan, Nasionalisme-Kerakyatan bukan ideologi yang bersifat normatif. Nasionalisme-Kerakyatan adalah living ideology: ideologi kerja yang menjadi bagian dari praktek keseharian pengelolaan partai dan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan negara. Lebih lagi, aras Nasionalisme-Kerakyatan ditempatkan dalam kerangka hubungan dinamis antara negara dengan rakyat. Hubungan dinamis antara negara dan rakyat bertolak dari interaksi antara prinsip negara yang berdaulat (sovereign state) vis-a-vis prinsip rakyat yang berdaulat (popular sovereignty). Prinsip yang pertama merupakan prinsip politik yang tidak diikat oleh waktu (timeless principle), sedangkan prinsip kedua adalah prinsip yang terbentuk atas dasar perjalanan sejarah (historical basis). Prinsip pertama muncul dari paradigma kekuasaan negara, sedangkan prinsip yang kedua muncul dari pandangan liberal. Prinsip pertama melahirkan konsep kedaulatan negara (state sovereignty), prinsip kedua melahirkan konsep pembangsaan (nationality). Prinsip pertama dapat menjadi instrumen bagi negara untuk membentuk bangsa, sebaliknya prinsip kedua dapat menjadi instrumen bagi bangsa untuk membentuk negara.
Bagi PDI Perjuangan prinsip negara yang berdaulat berarti adanya unit politik yang diberikan otoritas untuk memonopoli kekerasan yang legal (monopoly of a legal force). Bagi PDI Perjuangan, negara berdaulat disebut berhasil jika rakyat bersedia menyerahkan hak pemilikian instrumen kekerasaan kepada negara. Negara yang berdaulat bagi PDI Perjuangan adalah negara yang menerima pemberian hak ini dengan tidak memberikan ruang bagi pemilikan dan penggunaan instrumen kekerasan oleh kelompok-kelompok non-negara. Mengapa? Karena bagi PDI Perjuangan, monopoli kekuatan yang legal merupakan salah satu alat bagi negara untuk mendapatkan supremasi politik.
Prinsip negara berdaulat juga berarti adanya monopoli juridiksi domestik. Bagi kami, negara Indonesia yang berdaulat hanya dapat disebut berhasil jika negara tidak hanya sekadar memiliki kekuasaan terhadap masyarakat tetapi juga memiliki kekuasaan terhadap wilayahnya. Indonesia yang berdaulat adalah Indonesia yang tidak mengijinkan adanya tindakan kompromi terhadap integritas teritorialnya dan tidak mengijinkan adanya intervensi pihak luar ke dalam kehidupan politik domestiknya.
Sementara itu prinsip kedaulatan rakyat berkembang dari gagasan penentuan
nasib sendiri (the idea of self-determination) yang menyatakan bahwa setiap manusia –
~ 7 ~
hanya atas dasar kelahirannya dan tanpa kualifikasi khusus apapun-- pada dasarnya memiliki hak-hak politik fundamental yaitu hak sebagai manusia dan sebagai warga.
Gagasan ini membawa beberapa implikasi. Pertama, manusia secara alamiah memiliki hak untuk berkelompok. Hak untuk berkelompok ini pada gilirannya kemudian melahirkan pengakuan tentang adanya pluralisme (kemajemukan) dan sekaligus kebutuhan untuk mengembangkan demokrasi. Kedua, penguasaan oleh pihak asing merupakan pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia yang fundamental karena penguasaan itu berarti pengingkaran gagasan penentuan nasib sendiri. Ketiga, setiap kelompok di masyarakat memiliki hak untuk membentuk dirinya menjadi bangsa, dan atas dasar argumen ini, bangsa dapat menuntut adanya negara yang terpisah.
PDI Perjuangan sepenuh menyadari bahwa hubungan antara prinsip kedaulatan rakyat dan kedaulatan negara tidak selalu bergandengan tangan. Bagi kami ada dua kasus ekstrim yang akan selalu dicegah untuk tidak terjadi. Pertama, kedaulatan negara terlalu lemah dan kedaulatan rakyatnya terlalu kuat sehingga sebagai unit politik negara hanya bersifat pasif. Kasus seperti ini harus dihindari karena kami berkeyakinan bahwa negara dapat sekadar menjadi alat dari kompetisi politik dari berbagai kekuatan, baik yang berbasis ekonomi, maupun yang non-ekonomi (sosial, kebudayaan, serta kedaerahan). Kita telah menyaksikan, ketika negara menjadi alat dari kekuatan ekonomi, maka identitas negara hampir sepenuhnya dibentuk oleh kalangan bisnis besar. Kita juga menyaksikan ketika negara menjadi alat dari kekuatan nonekonomi, maka identitas negara akan dibentuk secara sepihak oleh kelompok tertentu, mendiskriminasi kelompok lainnya dan meniadakan kemajemukan. PDI Perjuangan akan bekerja dengan sekuat tenaga untuk memastikan agar negara tidak semata-mata menjadi arena pasif bagi kontestasi kekuatan dalam masyarakat. Negara Indonesia yang pasif juga harus dihindari karena akan mendorong munculnya kelompok yang tidak puas yang bisa memanipulasi situasi ini dengan menggunakan gagasan penentuan nasib sendiri untuk membentuk negara tersendiri.
Kedua, kedaulatan negara menjadi terlalu kuat sehingga gagasan tentang kedaulatan rakyat menjadi tidak terimplementasi. Karakter negara sangat aktif ini juga adalah musuh ideologi PDI Perjuangan. Bercermin pada sejarah diri sendiri selama era Orde Baru, kami tahu bahwa Indonesia dengan kharakter seperti ini akan berujung pada kehidupan politik yang digenggam kuat oleh semangat otoriter, pengendalian, anti-demokratis dan sentralisasi. Semangat yang sama juga merupakan induk dari inefisiensi dalam pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi nasional.
~ 8 ~
Agar tidak terperangkap dalam dua perangkap di atas PDI Perjuangan memperjuangkan terbentuknya negara sebagai suatu entitas politik harus memiliki dan mengemban enam strategi perjuangan, yaitu: (1) kedaulatan; (2) nasionalisme; (3) keadilan sosial; (4) kemandirian; (5) demokrasi; dan (6) pluralisme. Bagi kami, dua strategi pertama merupakan turunan dari gagasan kedaulatan negara. Dua strategi terakhir merupakan turunan dari kedaulatan rakyat. Sedangkan strategi ketiga dan keempat merupakan titik tengah dari hubungan dinamis antara kedaulatan negara dengan kedaulatan rakyat.
Secara sadar kami menempatkan strategi kedaulatan dan fungsi nasionalisme secara berdampingan agar dapat membatasi semaksimal mungkin terjadinya desintegrasi teritorial atas nama penentuan nasib sendiri. Juga dimaksudkan untuk memberi ruang untuk mewujudkan gagasan penciptaan bangsa melalui negara. Kami tidak menempatkan nasionalisme berdampingan dengan pluralisme dan demokrasi karena akan memberikan ruang yang sangat luas bagi terjadinya disintegrasi atas nama penentuan nasib sendiri dan sekaligus dapat memberikan titik masuk untuk mewujudkan gagasan negara melalui identitas bangsa.
Penempatan strategi keadilan dan kemandirian sosial pada titik tengah lahir dari adanya fakta bahwa rakyat melakukan kegiatan pertukaran ekonomi, baik produksi, distribusi maupun konsumsi, melalui mekanisme pasar. Berbagai kegiatan pertukaran ini muncul secara alamiah melalui kebutuhan masyarakat yang beranekaragam dan karena itu kehadiran pasar perlu dilihat sebagai salah satu sumber dari perjalanan peradaban Indonesia. Tetapi, PDI Perjuangan menyadari sepenuhnya, jika kehadiran pasar berlangsung tanpa pengaturan, yaitu jika negara terlalu memfokuskan diri pada fungsi kedaulatan dan nasionalisme maka negara akan terdegradasi menjadi negara
~ 9 ~
penjaga (watch dog). Negara hanya terfokus pada pelaksanaan tugas-tugas keamanan dan penegakan hukum. Negara seperti ini bukan yang diidealkan oleh PDI Perjuangan.
Negara seperti ini lebih dekat dengan gagasan liberal yang menyatakan bahwa keadilan sosial akan terjadi secara otomatis jika mekanisme pasar dibiarkan berlaku secara bebas. Sesuatu yang telah disangkali secara berulang-kali dari sejarah bangsa, termasuk sejarah bangsa sendiri akhir-akhir ini: justru mekanisme pasar bebas telah memperluas jurang ketidakadilan sosial. Karenanya, PDI Perjuangan meletakan tanggung-jawab publik yang besar dari negara. Negara Indonesia yang ingin diwujudkan PDI Perjuangan adalah negara yang memiliki fungsi untuk melakukan intervensi terhadap pasar atas nama keadilan sosial.
Bagi kami hal yang sama berlaku juga dengan strategi kemandirian. Jika pasar berjalan sepenuhnya tanpa intervensi negara maka gagasan tentang kelahiran nasionalisme diputuskan dari konteks historis dan empiriknya. Belajar dari pengalaman banyak peradaban, PDI Perjuangan memetik hikmah adanya tiga sebab yang memberikan inspirasi bagi lahirnya gerakan nasionalis. Pertama, ideologi nasionalis lahir dari adanya pengalaman tentang eksploitasi pihak asing. Kedua, kontrol atas sumber-sumber daya dan teknologi merupakan prasyarat bagi keberhasilan ekonomi. Ketiga, sistem ekonomi internasional hingga kini masih diwarnai oleh situasi yang tidak bebas sepenuhnya. Nasionalisme, bagi PDI Perjuangan, akan mengalami krisis identitas jika konteks historis dan empiriknya dihilangkan dari sebab-sebab kelahirannya. Karena itu, bagi kami kemandirian bukan persoalan hitung-hitungan ekonomi semata. Kemandirian adalah persoalan identitas diri sebagai sebuah bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mandiri.
Bagi PDI Perjuangan, strategi demokrasi dan pluralisme juga harus melibatkan tanggungjawab negara dan karenanya, harus tersusun dalam piramida Nasionalisme-Kerakyatan. Hal ini dimaksudkan untuk, pertama, meminimalkan kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan negara demi kepentingan kelompok ataupun untuk melakukan diskriminasi sosial dan kultural terhadap kelompok tertentu di masyarakat.
Kedua, untuk menciptakan dan mengkongkritkan rasa kepemilikan (sense of ownerships) di antara seluruh kelompok bahwa negara dibentuk oleh dan untuk rakyat. Tanggungjawab inilah yang akan diemban oleh negara Indonesia yang ingin diwujudkan PDI Perjuangan. Dalam mengemban strategi kedaulatan dan nasionalisme, negara memiliki sifat yang responsif (responsive state). Ketika berupaya untuk mewujudkan keadilan sosial dan kemandirian, negara berfungsi sebagai pemberi jaminan (guarantor state). Pada saat melaksanakan strategi demokrasi dan pluralisme, negara berfungsi sebagai fasilitator (facilitator state).
~ 10 ~
PDI Perjuangan menyadari bahwa dalam implementasi strategi perjuangan, negara Indonesia akan dihadapkan pada tantangan dari empat penjuru. Pertama, tantangan internal dimana sejak Perang Dunia II, jumlah aktor negara di tataran internasional bertambah secara dramatis. Pertambahan jumlah ini disebabkan oleh tiga faktor: (1) proses dekoloninasi yang bertolak dari gagasan penentuan nasib sendiri; (2) ketidakmampuan masyarakat pascakolonial untuk melakukan pembangunan negara (state building) dan pembangunan bangsa (nation building) sehingga menjadi negara gagal (failed state) terutama untuk kasus perpecahan beberapa negara di Afrika dan Asia; dan (3) berakhirnya Perang Dingin khususnya untuk kasus Uni Soviet dan kawasan Eropa Timur. Bercermin pada kasus-kasus di atas, dan karena kesadaran bahwa konsep timeless principle membuka ruang bagi penciptaan negara baru, maka penegasan politik berulang PDI Perjuangan bahwa NKRI adalah final akan tetap menjadi pilihan di masa-masa yang akan datang. Bagi kami, prinsip negara yang berdaulat bukanlah merupakan sesuatu yang alamiah sifatnya (nature) tetapi sesuatu yang harus terus dipelihara dan diperjuangkan (nurtured). PDI Perjuangan tak akan pernah lelah untuk mendeklarasikan dan menempuh semua kebijakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa NKRI adalah final tetap berada dalam ingatan setiap rakyat Indonesia dan masyarakat dunia.
Kedua, tantangan eksternal. PDI Perjuangan melihat bahwa kecenderungan historis yang ada menunjukkan bahwa tidak semua kekuatan ekonomi (economic power) dari aktor negara dapat mengatasi kekuatan ekonomi perusahan multinasional. Kita telah merasakannya sendiri akhir-akhir ini. PDI Perjuangan menyaksikan bahwa beberapa perusahan multinasional bahkan memiliki kekayaan yang melebihi GDP yang dimiliki aktor negara. Badan usaha multinasional, baik yang bergerak di bidang perdagangan, jasa, investasi, keuangan dan lalu lintas modal, memiliki kepentingan yang sangat besar untuk dapat terus melanjutkan kegiatannya dengan cara mempromosikan kerangka neo-liberal. Pemahaman yang sesat seperti ini harus dihentikan. Dan PDI Perjuangan bertekad untuk menghentikan sesat pikir semacam ini.
Mengapa? Kareena jika sesat pikir ini terus berlanjut, maka negara Indonesia hanya dipahami sejauh menyangkut penegakan hukum (nomocracy) dan mengabaikan pentingnya pencapaian hak-hak sosial dan kesejahteraan warga (telocracy). Padahal bagi PDI Perjuangan, baik nomocracy maupun telocracy adalah sisi-sisi dari keping mata uang yang sama: keduanya harus ada untuk lengkap sebagai satu keping mata uang. PDI Perjuangan meyakini bahwa dalam konteks kebijakan ekonomi nasional, pemahaman sesat di atas telah membawa akibat pengurangan peran negara dalam pengelolaan sumber daya ekonomi, pemihakan terhadap kepentingan badan usaha
~ 11 ~
swasta skala besar dan sekaligus telah mencabut "roh" keadilan yang melekat dalam pembentukan negara. Inilah yang akan direstorasi oleh PDI Perjuangan ke depan.
Ketiga, tantangan dari kerangka kerjasama ekonomi multilateral baik di tataran regional dan internasional. PDI Perjuangan membaca kecenderungan bahwa terdapat ratusan kerjasama multilateral yang telah muncul dalam lima dasawarsa terakhir. Di satu sisi, kerangka kerjasama ini didorong oleh kompleksitas permasalahan yang semakin besar sehingga mengharuskan adanya kerjasama di antara aktor negara.
Namun, di sisi lain, norma-norma dan prosedur yang dilembagakan melalui kerangka kerjasama itu telah membawa dampak pada pembatasan dan penyempitan ruang kemandirian dari aktor negara bangsa dalam membuat kebijakan nasionalnya. PDI Perjuangan sangat menyadari, jika hal ini tidak dikelola dengan hati-hati maka suatu proses sistematik tengah terjadi dimana negara secara tidak sadar telah menjadi instrumen untuk menasionalkan kesepekatan-kesepakatan multilateral yang dihasilkan melalui kerjasama regional dan internasional dan bukan pada proses memultilateralkan kesepakatan-kesepakatan nasional yang telah dihasilkan. Bukti-bukti yang kami peroleh memastikan, tidak ada contoh yang konklusif menyeluruh dan tuntas bahwa suatu negara yang kini disebut sebagai negara maju telah mencapai tingkat kesejahteraannya melalui kerangka kerjasama ekonomi regional dan internasional.
Kami justru menyaksikan, pencapaian kemandirian dicapai berbagai bangsa justru melalui penguasaan teknologi, peningkatan sumberdaya manusia khususnya untuk pendidikan dan kesehatan serta penguasaan terhadap sumber daya dan industri strategis. Amerika, Eropa dan berbagai negara maju lainnya, tidak meraih kemakmuran dan kemajuan mereka karena kerjasama internasional. Tetapi karena keunggulan dan monopoli teknologi, kualitas sumber-daya manusia serta penguasaan atas sumber-daya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keempat, dari kemunculan organisasi-organisasi masyarakat sipil yang memiliki jaringan internasional. Tekanan organisasi-organisasi ini pada pemerintah terletak dari karakternya. Walau tidak semuanya, namun sebagian besar organisasi-organsisasi masyarakat sipil bersikap skeptis terhadap kemampuan negara untuk menghadapi kekuatan-kekuatan pemodal besar dan juga terhadap tekanan yang dilakukan melalui kerjasama ekonomi regional dan internasional. Karenanya, negara Indonesia yang diperjuangkan PDI Perjuangan akan berjalan bergandengan tangan dengan organisasi-organisasi masyarakat sipil karena dapat membantu untuk memperkuat kapasitas negara dalam menghadapi tekanan yang dilakukan korporasi internasional dan ketika berjuang dalam dalam forum-forum kerjasama regional dan internasional. Negara bagi PDI Perjuangan, harus dapat menyakinkan berbagai organisasi masyarakat sipil bahwa
~ 12 ~
tanpa kehadiran negara yang efektif dalam mengimplementasikan kebijakannya, organisasi masyarakat sipil juga akan kesulitan untuk mewujudkan misinya. Untuk lebih memerinci strategi perjuangan yang dikembangkan PDI Perjuangan dalam kerangka ideologi Nasionalisme-Kerakyatan, berikut ini diberikan gambaran lebih lanjut tentang enam strategi pejuangan. PDI Perjuangan akan berusaha keras agar kedaulatan negara, nasionalisme, keadilan sosial, kemandirian, demokrasi, dan pluralisme dapat menjadi pilar-pilar utama gerbang ke-Indonesia-an di abad XXI.
~ 13 ~
Strategi Perjuangan I: Kedaulatan Negara
Bagi PDI Perjuangan Negara adalah unit politik yang memiliki kedaulatan akhir. Negara adalah entitas politik yang memiliki tanggung jawab terakhir untuk menangani urusan-urusannya sendiri. Keberadaan negara sebagai unit politik, sah apabila memenuhi paling sedikit empat kriteria: adanya teritori, adanya rakyat, adanya pemerintahan dan adanya pengakuan internasional. Kekuasaan negara dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah adalah sekelompok orang di dalam negara yang memiliki otoritas penuh untuk bertindak atas nama negara. Bagi PDI Perjuangan hubungan negara dan rakyat bersifat dua arah. Di satu sisi, negara memiliki kedaulatan untuk mengatur dan memberi arah kepada rakyatnya. Di sisi lain, rakyat memiliki kedaulatan yang diatur dalam undang-undang untuk menentukan kebijakan apa yang harus diambil dan dilaksanakan oleh negara untuk mencapai cita-cita bersama. Dalam kerangka ini, adalah tugas ideologis partai untuk menjamin dan memastikan terselenggaranya partisipasi politik aktif rakyat untuk menentukan arah kebijakan negara tersebut.
Dari sisi konstitusi, tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia termaktub di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu: menjaga ketertiban umum, melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta dalam menciptakan perdamaian dunia. Ini berarti, negara Indonesia yang diidealkan adalah negara yang berdaulat.
Bagi PDI Perjuangan, negara berdaulat adalah negara yang memiliki lingkup kekuasaan (scope of power), jangkauan kekuasaan (range of power) dan bidang kekuasaan (domain of power) di seluruh teritori negara. Indonesia adalah satu kesatuan teritori darat, laut dan udara. Karena itu, Indonesia yang berdaulat bagi kami adalah Indonesia yang kekuasaannya dalam bidang ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan keamanan terejawantahkan di seluruh wilayah negara.
Dalam kaitannya dengan rakyat, kedaulatan ini diwujudkan melalui keberadaan negara yang benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Mianggas sampai ke Kupang, baik mereka yang tinggal di kotakota besar, desa, daerah pegunungan, daerah perbatasan dengan negara-negara lain, sampai ke pulau-pulau terdepan/terluar Indonesia. Negara harus hadir di setiap sudut republik, di setiap hati anak negeri. Inilah tantangan besar Indonesia saat ini: negara yang hanya hadir secara sporadik, tidak menyeluruh di setiap jenggal tanah negeri, dan tidak di setiap hati anak negeri.
~ 14 ~
Untuk itu, pengembangan kedaulatan negara sebagai salah satu strategi perjuangan akan diimplementasikan melalui empat kebijakan negara. PDI Perjuangan berketetapan untuk menegakkan kedaulatan negara melalui adanya kapasitas memerintah yang efektif. Kapasitas memerintah adalah suatu keadaan di mana negara dapat mempertahankan kedaulatannya, melindungi rakyatnya, menjaga stabilitas politik dan keamanan, menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, dan menegakkan hukum di seluruh wilayah negara. Bagi PDI Perjuangan, hal minimal yang harus dipenuhi oleh negara agar memiliki kapasitas memerintah secara otonom dan efektif ditunjukan oleh kapabilitas negara untuk melaksanakan fungsi-fungsi negara: ekstraktif (menggali kekayaan alam, mengumpulkan pajak dan retribusi, meningkatkan produksi barang dan jasa), distributif (mendistribusikan kekayaan/kemakmuran serta posisi jabatan) secara adil, melaksanakan hubungan internasional atas dasar prinsip kesetaraan antar bangsa demi mencapai kepentingan nasional, serta demokratisasi institusi PBB. Negara berfungsi secara efektif apabila pemerintah dapat menjalankan otoritasnya yang luas untuk mengorganisasi kehidupan rakyatnya. Ini berarti, negara pasif yang hanya bersifat menunggu dan menjadi arena bagi kontestasi kekuatan adalah bertentangan dengan ideologi Nasionalisme-Kerakyatan PDI Perjuangan.
~ 15 ~
Selain kapasitas memerintah, negara yang berdaulat menurut PDI Perjuangan ditandai oleh kapasitas dalam melakukan kebijakan penguasaan wilayah yang efektif. Untuk itu, beberapa kebijakan akan dikembangkan PDI Perjuangan sebagai kelanjutan dari kebijakan yang telah diambil ketika Presiden Republik Indonesia berada di tangan Megawati Soekarnoputri sebagai pimpinan PDI Perjuangan. Kebijakan teesebut antara lain, (1) memastikan keberadaan negara dapat dirasakan oleh rakyat di seluruh wilayah negara, tak terkecuali mereka yang tinggal di wilayah perbatasan negara dan pulaupulau terdepan/terluar Indonesia; (2) percepatan pembangunan di daerah-daerah tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal bukan hanya sekedar slogan politik tanpa makna, melainkan suatu janji politik yang harus benar-benar dilaksanakan; (3) pembangunan sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan; dan (4) pemerataan pembangunan di seluruh wilayah negara.
Kebijakan ketiga untuk menegakkan kedaulatan negara adalah peningkatan legitimasi pemerintah. Legitimasi adalah suatu perasaan/kepercayaan dalam sebagian besar masyarakat bahwa pemerintah memiliki otoritas dan bahwa negara layaknya sebaiknya memiliki otoritas tersebut. Menurut kami, persoalan legitimasi pemerintah ini menjadi salah satu persoalan besar yang dihadapi Indonesia saat sekarang.
Dalam pemahaman PDI Perjuangan, ada dua sumber penting legitimasi pemerintahan, yaitu: pertama, legitimasi atas dasar hasil (legitimacy by results). Pemerintah memperoleh dan mempertahankan legitimasinya dari rakyat dengan cara memberikan kepada rakyat apa yang mereka inginkan: keamanan dari gangguan fisik, keamanan batas-batas negara dari invasi, kebanggaan pada bangsanya, terdapatnya keamanan ekonomi dsb. Apabila pemerintah dapat memberikan semua itu, maka legitimasinya akan semakin kuat. Bila tidak, maka legitimasinya akan dipertanyakan.
Hal inilah yang sebagian besar gagal dipenuhi oleh pemerintah saat sekarang. PDI Perjuangan berketetapan untuk mewujudkan legitimasi atas dasar hasil ini jika rakyat nantinya mempercayakan kepemimpinan nasional berada di tangan Megawati Soekarnoputri. Kedua, legitimasi atas dasar prosedur (legitimacy by procedures) Prosedur yang dimaksud di sini adalah melalui pemilu yang demokratis. Dalam kaitan ini pula pemerintah harus mampu menciptakan warga negara yang demokratis yang memiliki karakteristik: (1) toleransi; (2) partisipatif; (3) kepedulian dan pemahaman tinggi terhadap masalah bangsa; and (4) pendukung kebijakan negara. Bagi PDI Perjuangan, kedua jenis legitimasi ini harus bisa diwujudkan. Pengalaman Indonesia saat sekarang menunjukkan, legitimasi karena prosedur semata-mata memang diperlukan, tetapi tidaklah cukup untuk menyelesaikan persoalan besar yang dihadapi bangsa.
Kebijakan keempat yang akan ditempuh PDI Perjuangan adalah kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan rasa cinta tanah air yang merupakan
~ 16 ~
pengejewantahan dari rasa nasionalisme dan patriotisme. Bagi PDI Perjuangan, untuk menciptakan hal itu tidak cukup melalui pendidikan kewarganegaraan yang formal atau upacara bendera semata, melainkan juga terkait dengan apakah negara telah menyantuni rakyatnya, memberi rasa aman fisik dan ekonomi serta menimbulkan rasa bangga sebagai warga negara Indonesia. PDI Perjuangan berkeyakinan, cara paling efektif untuk menciptakan kecintaan rakyat pada tanah airnya adalah melalui pemenuhan kebutuhan dasar rakyat oleh negara. Dengan cara ini, sekaligus kebanggaan atas Indonesia bisa diperoleh, sekaligus martabat sebagai sebuah bangsa bisa ditegakan kembali.
~ 17 ~
Strategi Perjuangan II: Nasionalisme Bermartabat
Strategi Perjuangan kedua adalah nasionalisme bermartabat yang akan diwujudkan oleh PDI Perjuangan dalam dua dimensi. Dalam dimensi internal antara negara dan rakyat, nasionalisme menjadi simpulan dari negara yang responsif dan rakyat yang bertanggungjawab dalam bingkai kenegaraan. Nasionalisme Kerakyatan dibangun dengan semangat persaudaraan, kewarganegaraan, dan kemanusiaan. Dalam dimensi eksternal, nasionalisme merupakan titik temu dari negara-negara nasional yang berdaulat mandiri, saling menghormati dan pada saat yang sama juga mengutamakan nilai-niai universal, khususnya yang berkaitan dengan kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian internaisonal. Dalam tataran internal-eksternal, karakter itu bertumpu pada prinsip kesetaraan, emansipatorik, dan saling menghormati. Inilah esensi-esensi dasar dari nasionalisme yang sudah, sedang dan akan terus dikembangkan PDI Perjuangan.
PDI Perjuangan menyadari bahwa globalisasi merupakan fenomana yang terjadi dan mempengaruhi berbagai segi, termasuk bagaimana rasa nasionalisme itu harus diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada saat yang sama, dinamika untuk mewujudkan nasionalisme bermartabat tidak dapat melepaskan diri dan harus dibangun sesuai dengan pengalaman historis, kepribadian bangsa, dan kebutuhan-kebutuhan internal. Nasionalisme, sebagai salah satu pilar penting bagi ideologi partai, perlu diupayakan, dibangun, dan diperjuangkan dengan seksama. Sebagai negara yang responsif terhadap tuntutan perubahan, PDI Perjuangan akan mewujudkan Indonesia yang dapat memelihara keseimbangan antara keharusan untuk memperjuangkan kepentingan nasional dan keniscayaan untuk membangun toleransi dalam kehidupan internasional. Indonesia yang berada dalam tamansari kemanusiaan global.
Sebagai ideologi, nasionalisme bermartabat dengan titik berat pada pluralisme, toleransi dan kesetaraan dengan persaudaraan, kewargaan, dan kemandirian telah dan akan terus dihadirkan oleh PDI Perjuangan dalam 4 bentuk kebijakan turunan Kebijakan pertama yang fundamental bagi PDI Perjuangan adalah adalah pada prinsip indiskriminasi dalam kehidupan bernegara. Negara, sebagai representasi kesatuan politik kewilayahan, bagi PDI Perjuangan merupakan "repository institution" untuk membina kesadaran berbangsa, karakter bangsa, dengan menjanjikan harapan-harapan akan masa depan yang lebih baik bagi mereka yang berada dalam batas kewilayahan itu. Negara bagi PDI Perjuangan akan mengutamakan menyediakan ruang bagi seluruh warga negara untuk dapat menyatakan kejatidiriannya. Persatuan,
~ 18 ~
sebagai ambang emosional kesatuan teritori, bagi kami, dibangun terutama dengan memperlakukan kesamaan bagi setiap unsur bangsa. Dalam kerangka seperti itu, keberadaan karakter lokal merupakan kemajemukan yang dipelihara dengan harmoni.
Kemajemukan diterima sebagai anugrah yang akan dirawat dengan sepenuh hati, bukan diterima sebagai kutukan yang harus disisihkan apalagi dimusnahkan. Karenanya, bagi PDI Perjuangan, kader-kader partai mempunyai kewajiban untuk membangun hubungan lintas-partai untuk membangun nasionalisme bermartabat. Ini untuk memastikan, strategi perjuangan nasionalisme bukan merupakan nasionalisme yang eksklusif, tetapi justru inklusif. Bagi kami, PDI Perjuangan adalah rumah besar kaum nasionalis sementara negara Indonesia adalah sebuah tamansari dengan keseluruhan watak keaneka-ragamannya.
Kebijakan kedua, adalah kesetaraan dalam kehidupan antar negara yang dibangun dan diperjuangkan dalam kerangka kesetaraan hubungan antar negara, norma pembebasan dan semangat emansipatorik dalam hubungan antar negara. Karenanya bagi PDI Perjuangan, politik bebas aktif, sebagai perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yang telah diletakkan para pendiri bangsa, dipahami dalam kaitannya dengan kebebasan untuk secara bebas menilai masalah-masalah internasional dan global sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia dan pada saat
~ 19 ~
yang sama aktifisme untuk membangun persaudaraan antar bangsa berdasarkan kemanusiaan, kadilan dan perdamaian. Karenanya, PDI Perjuangan bertekad untuk membawa Indonesia menjadi bagian aktif dari usaha-usaha tak kenal lelah penghapusan kemiskinan, ketidakadilan dalam tata hubungan internasional, dan perlindungan pada nilai-nilai universal yang merupakan elemen-elemen penting bagi kehidupan masyarakat internansional. Inilah jalan yang diyakini PDI Perjuangan untuk mendekatkan Indonesia dengan idealisme Mukadimah UUD 45.
Kebijakan ketiga, dalam kaitannya dengan hubungan rakyat di dalam wilayah negara, adalah kesetaraan, kerukunan dan, keguyuban warganegara tanpa memandang perbedaan ikatan primordial. Bagi PDI Perjuangan hal-hal ini adalah final. Upaya untuk memelihara ikatan primordial serta berbagai bentuk karakter kejatidirian perlu dibangun pada pijakan untuk memperkuat modal sosial, bukan sebagai dasar untuk mengatur hubungan antar rakyat. Karenanya, bagi PDI Perjuangan, organisasiorganisasi sosial kemasyarakatan dipahami pertama-tama dan terutama sebagai sarana untuk menyelenggarakan interaksi yang konstruktif sehingga membuahkan toleransi dalam kehidupan antarwarga. Demikian pula partai politik. Partai bagi PDI Perjuangan merupakan penghubung antara negara dan masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah pluralisme demokratik. Kepada rakyatlah PDI Perjuangan akan senantiasa berpaling. Kepada rakyatlah PDI Perjuangan akan senantiasa berpulang.
Kebijakan keempat, dalam kaitan rakyat dengan eksternal, dibangun pada patriotisme yang dewasa (mature patriotism). Bagi PDI Perjuangan, negara mempunyai kewajiban membangun dan memperkuat patriotisme sebagai bentuk pengorbanan untuk negara (the sublime spirit of sacrifice) khususnya ketika martabat dan kepentingan bersama berhadapan dengan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Tetapi bagi PDI Perjuangan, patriotisme bukan kata lain dari perasaan anti asing. Dari sudut sikap warga negara, patriotisme senantiasa ditempatkan sebagai kesiagaan kritis (critical vigilance) dengan mengutamakan budi kemanusiaan dan kaidah kedaulatan negara.
PDI Perjuangan meyakini bahwa semangat pengorbanan dan kesiagaan kritis mempersyaratkan di satu sisi adanya kewajiban negara untuk melindungi warganegara dan pada saat yang sama kewajiban belanegara di pihak warga negara. Kedua hal ini akan diwujudkan PDI Perjuangan dalam perjuangan politiknya ke depan.
~ 20 ~
Strategi Perjuangan III: Keadilan Sosial
Strategi Perjuangan Keadilan Sosial merupakan salah satu fungsi ideologi Nasionalisme-Kerakyatan. Bagi PDI Perjuangan, ada enam titik simpul yang mempersatukan keadilan sosial dan Nasionalisme-Kerakyatan. Pertama, negara yang diidealkan PDI Perjuangan tidak hanya peduli pada persoalan penegakan hukum (nomocracy) tetapi juga dinilai berdasarkan pencapaiannya untuk mewujudkan hak-hak sosial dan kegiatan kesejahteraan (telocracy). Kedua, keadilan sosial tidak dapat diharapkan untuk tercapai jika hanya mengandalkan mekanisme pasar (non-negara).
Ketiga, pasar dapat menciptakan ketimpangan ekonomi karena perbedaan dalam kapasitas yang dimiliki oleh warga suatu negara dan karena kesempurnaan pasar merupakan mitos yang tak pernah terbukti. Keempat, pasar membuat manusia mementingkan dirinya sendiri (selfish) dan pasar lebih memberikan pemuasan terhadap keinginan (want) daripada pemenuhan terhadap kebutuhan (need). Kelima, negara memiliki kapasitas politik dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengoreksi ketidaksempurnaan pasar. Keenam, negara dibentuk dan diperlukan untuk mengatasi ketimpangan ekonomi (economic inequality) yang diciptakan oleh pasar.
PDI Perjuangan melihat bahwa sumber-sumber inspirasi yang melahirkan pemikiran peran negara dalam keadilan sosial berasal dari tiga sumber pemikiran. Pertama, pemikiran kelompok strukturalis yang meyakini pasar bebas sebagai sumber dari pertumbuhan kemiskinan yang semakin tinggi dan ketimpangan ekonomi. Kedua, pemikiran kelompok institusionalis-ekonomi yang berkeyakinan bahwa kehadiran institusi otoritas politik sangat penting untuk dapat melakukan redistribusi pendapatan secara efektif. Kehadiran negara menjadi sangat krusial karena melalui institusi negara, redistribusi pendapatan dan pemilikan dapat dilakukan dengan tujuan menghasilkan tingkat dan cakupan kesejahteraan yang maksimal. Ketiga, pemikiran kelompok politik warga negara yang menyatakan bahwa negara harus peduli dengan persoalan keadilan distributif (distributive justice). Pemikiran ini melahirkan teori kewarganegaraan (citizenship theory) yang menegaskan, setiap warga berhak mendapatkan proteksi dari negara.
Usulan ini muncul karena kelompok politik warga negara ini kecewa dan tidak puas terhadap pendekatan sistim politik yang melihat negara hanya sebagai "kotak hitam" yang masukan dan keluarannya dipengaruhi oleh berbagai kelompok yang ada di luar negara. Pendekatan liberal ini membuat negara berada dalam posisi pasif dan menjadi instrumen dan medan pertarungan berbagai kekuatan politik.
Bagi PDI Perjuangan, kebijakan untuk mengembalikan "roh" keadilan dapat dilakukan melalui menguatan otoritas negara untuk melakukan kebijakan-kebijakan
~ 21 ~
redistributif. Negara bagi PDI Perjuangan, harus memberikan pelayanan yang tidak dapat diberikan oleh badan-badan usaha moderen. Meski demikian, kewajiban untuk melakukan keadilan itu tidak hanya dimaknakan sekadar keadilan juridis, tetapi menemukan "prinsip alokasi yang adil" (just principle of allocation). Dalam konteks seperti ini, PDI Perjuangan tidak akan lelah untuk memperjuangkan alokasi anggaran publik yang semakin besar dan tetap dijaminnya politik subsidi sebagai alat redistribusi negara.
PDI Perjuangan telah dan akan terus menekankan pada prinsip alokasi yang adil dalam perspektif kewarganegaraan sebagai inti dari strategi perjuangan keadilan sosial.
Pertama, kebijakan yang terkait dengan pengidentifikasian kebutuhan dasar. PDI Perjuangan menyadari bahwa muatan dari kebutuhan dasar itu tergantung dari kualitas kehidupan kewargaan yang ada. Jika kualitas kehidupan suatu komunitas meningkat maka apa yang disebut dengan kebutuhan itu juga kemungkinan akan semakin meluas dan meningkat. Tetapi, kami juga menyadari bahwa umumnya disepakati bahwa hak-hak untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan adalah merupakan kebutuhan dasar di luar hak untuk memenuhi kebutuhan pokok. PDI Perjuangan mengikuti cara berpkir pemikiran politik kewarganegaraan yang meyakini bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan mekanisme untuk membawa warga terserap ke dalam masyarakatnya sehingga warga tidak terisolasi dari masyarakatnya.
Kami juga berkeyakinan bahwa melalui mekanisme pendidikan dan kesehatan, warga secara bersamaan memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
~ 22 ~
Kedua, kebijakan yang terkait dengan tujuannya yaitu harus selalu diarahkan untuk menciptakan kesetaraan sosial. Kesetaraan merupakan salah satu tujuan kebijakan yang paling sentral bagi PDI Perjuangan. Untuk itu ada tiga kebijakan turunan penting yang akan dikembangkan PDI Perjuangan untuk mencapai tujuan ini, yaitu (1) pemajakan yang progresif (progressive taxation) dan redistribusi pendapatan; (2) regulasi industri; dan (3) pemilikan badan usaha publik.
Ketiga, kebijakan yang terkait dengan gagasan "hibah" (altruism). PDI Perjuangan juga berketetapan untuk mengembangkan jenis kebijakan serupa ini dalam kerangka penciptaan kesejahteraan sosial. Kebijakan sejenis ini ditandai oleh ciri-ciri (1) bersifat sepihak atau transfer tanpa azas timbal balik; dan (2) diberikan kepada pihak lain yang tidak dikenal. Dalam kehidupan bernegara, PDI Perjuangan meyakini bahwa kadar empati dan kesetiakawanan (compassion) dari paham "hibah" ini secara kuantitatif dapat diukur dari besaran pengeluaran publiknya (public spending). Inilah alasan mengapa dalam berjuangan di parlemen, PDI Perjuangan berada di garda terdepan dalam memperjuangkan peningakatan secara signifikan dan konsisten belanja publik. Ini pula alasannya, mengapa pada tingkat lokal, para gubernur, bupati/walikota, serta anggota DPRD PDI Perjuangan diminta secara konsisten memperjuangankan peningkatan belanja publik ini. Untuk mewujudkan keadilan sosial, negara juga harus dapat membentuk pasar yang memiliki tanggung jawab sosial.
Tanggung jawab sosial ini akan mengoperasionalkan gagasan hibah dalam bentuk kebijakan-kebijakan investasi sosial yang memiliki satu tujuan, yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat. Inilah kewajiban lain negara yang diidealkan oleh PDI Perjuangan.
~ 23 ~
Strategi Perjuangan IV: Kemandirian
Bagi PDI Perjuangan, strategi perjuangan kemandirian merupakan fungsi ideologi Nasionalisme Kerakyatan yang juga berkaitan dengan penataan hubungan negara, pasar dan rakyat. Apa yang yang harus dilakukan negara terhadap pasar maupun rakyat untuk mewujudkan kemandirian tersebut? Demikian juga halnya, apa yang wajib dilakukan pasar terhadap rakyat untuk mewujudkan kemandirian itu?
Bagi kami, alasan mengapa pencapaian fungsi kemandirian sangat penting bagi negara sebenarnya sangat sederhana, yaitu: negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi warganya. Tanggung jawab untuk melindungi itu tidak akan bisa tercapai jika negara tidak memiliki kemandirian dalam pembuatan kebijakan ekonominya.
Ancaman terhadap kemandirian negara itu dapat berasal dari dua sumber yaitu dari hubungan ekonomi antar negara dan dari hubungan antara negara dengan pasar.
Terkait dengan sumber yang pertama, PDI Perjuangan menyadari bahwa hubungan ekonomi antaranegara tidak bisa sepenuhnya dibebaskan dari hubungan politik. Hubungan itu juga menggambarkan hubungan kekuasaan di antara keduanya.
Walau terdapat saling ketergantungan ekonomi yang semakin meningkat baik secara internasional maupun regional, namun hingga kini setiap aktor negara masih tetap memberikan prioritas tertinggi pada upaya untuk mempertahankan kemandiriannya dalam pembuatan kebijakan ekonomi nasional. Sejauh yang bisa dicermati, fenomena saling ketergantungan ekonomi masih terbatas pada ketergantungan yang asimetris.
PDI Perjuangan, berketetapan untuk mencapai suatu hubungan saling ketergantungan yang lebih adil, tidak seperti yang terjadi saat sekarang. Pengalaman PDI Perjuangan dalam mengelola pemerintahan negara meyakinkan bahwa umumnya seluruh pemerintah di dunia masih memiliki persepsi bahwa kegiatan ekonomi transnasional, baik yang dilakukan melalui kegiatan perdagangan, investasi dan keuangan merupakan sumber yang dapat melahirkan dan memperbesar fenomena ketergantungan yang asimetris. Karena itu kebijakan mereka selalu diwarnai oleh upaya untuk tetap dapat mengendalikan perdagangan, investasi dan keuangan transnasional itu demi kepentingan masyarakatnya dan juga demi kepentingan kelompok bisnis di masyarakatnya. Kemandirian mustahil akan tercipta jika pengendalian itu tidak dilakukan. Karena itu, bagi PDI Perjuangan terlampau beresiko bagi bangsa ini jika membiarkan kegiatan ekonomi transnasional sepenuhnya dikendalikan oleh kapitalisme global tanpa intervensi yang memadai dari negara.
Terkait dengan sumber yang kedua, PDI Perjuangan menyadari juga bahwa negara dan pasar memiliki hakekat yang bertolak belakang. Hakekat negara adalah pengaturan (regulation) sedangkan hakekat pasar adalah pertukaran sukarela (voluntary
~ 24 ~
exhange). Negara disebut melakukan pengendalian karena merepresentasikan kegiatan politik yang merupakan ranah dari kepentingan publik (masyarakat luas). Pasar berkarakter pertukaran sukarela karena merepresentasikan kegiatan ekonomi yang pada intinya merupakan ranah pemenuhan kepentingan individual-perorangan yang dilakukan atas dasar pertimbangan efisiensi dan perolehan laba.
Bagi PDI Perjuangan, jika negara atas nama kepentingan publik memiliki kecenderungan untuk mengendalikan pasar maka sebaliknya pelaku-pelaku pasar atas nama efisensi dan perolehan laba akan berupaya untuk menerobos regulasi yang dibuat negara. PDI Perjuangan sepenuhnya menyadari bahwa ketika negara membuat kebijakannya seharusnya tidak boleh didikte oleh pasar. Sebaliknya, negara sebaiknya juga tidak boleh terlalu mendominasi pasar. Jika situasi seperti ini yang terjadi akan muncul distorsi ekonomi yang besar khususnya dalam pengalokasi sumber-sumber daya nasional. Karenanya, PDI Perjuangan akan menghindarkan diri dari kecenderungan untuk menghasilkan kebijakan monopoli dan oligopoli atas nama "kepentingan publik", ataupun kebijakan yang mengaburkan batas antara pengusaha dan penguasa yang terbukti telah melahirkan dan melanggengkan praktik rente ekonomi. Untuk itu, PDI Perjuangan akan terus mencari keseimbangan antara konsep intervensi negara atas nama kepentingan masyarakat luas dengan konsep efisiensi biaya ekonomi yang kami sadari merupakan tantangan terbesar dalam mewujudkan kemandirian.
Seperti yang tampak pada bagan 8, pada tataran operasional terdapat tiga kebijakan yang akan dilakukan PDI Perjuangan untuk mewujudkan kemandirian, yaitu: kebijakan pemberdayaan, peningkatan daya saing domestik, dan kemitraan
~ 25 ~
sosial. Ketiganya diarahkan untuk menguatkan semangat gotong royong yang akan memperkuat kemandirian bangsa.
Bagi kami, pertama, negara wajib meluncurkan berbagai kebijakan terhadap pasar dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing domestik. Berbagai kebijakan tersebut meliputi penguasaan dan pengelolaan secara langsung sumber daya ekonomi yang vital, strategis dan menyangkut hajat hidup rakyat banyak sesuatu amanat konstitusi. Sumber daya semacam ini merupakan landasan untuk meningkatkan daya saing domestik yang, kami sangat meyakini, jika dikuasai oleh pihak asing mustahil daya saing domestik dapat diciptakan. Kebijakan lain adalah pengembangan industri strategis yang tidak harus didasarkan pada pertimbangan efisiensi biaya.
Kedua, bagi PDI Perjuangan negara juga bertanggungjawab dalam meluncurkan kebijakan yang pro-rakyat. Namun, kebijakan pro-rakyat ini tidaklah dilakukan secara ad hoc dan tambal sulam, tetapi dilakukan secara sistemik dan jangka panjang dengan tujuan pemberdayaannya. Penciptaan kebijakan pro-rakyat akan dilakukan mulai dari pemberantasan korupsi dalam bidang pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan, penyederhanaan prosedur birokrasi untuk melakukan kegiatan usaha skala kecil dan menengah, hingga memperluas akses rakyat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan dan modal usaha.
Ketiga, bagi PDI Perjuangan, pasar wajib membangun pola kemitraan sosial dengan rakyat. Pembangunan pola kemitraan sosial ini dapat dilakukan dengan mememperkuat mata rantai horizontal dan vertikal antara seluruh unit usaha yang ada. Mata rantai horizontal mengacu pada pengertian komponen-komponen untuk memproduksi suatu komoditas sebaiknya tidak berasal dari suatu sumber tetapi tersebar. Mata rantai vertikal mengacu pada pengertian nilai tambah untuk memproduski suatu komoditas juga sebaiknya tidak berasal dari suatu suatu sumber tetapi tersebar.
~ 26 ~
Strategi Perjuangan V: Sosio-Demokrasi
Bagi PDI Perjuangan, negara adalah hasil kontrak sosial. Meskipun kami menyadari terdapat beragam pandangan tentang masalah ini, kontrak sosial pada hakekatnya pemahaman tentang ketidakmutlakan hak individu dan kekuasaan negara.
Individu membutuhkan negara untuk mengatur interaksi dengan beragam kepentingannya, sedangkan kekuasaan negara tidak mutlak karena pada hakekatnya berasal dari penyerahan sebagian hak rakyat. Dalam bahasa yang sederhana, perlu ada keseimbangan antara hak dan kepentingan individu dengan kekuasaan dan kepentingan negara. Bagi PDI Perjuangan, negara harus dibangun dari pemahaman dasar ini.
Dengan cara berpikir seperti di atas, PDI Perjuangan berkeyakinan bahwa demokrasi tidak pernah menghendaki lahirnya kekuasaan negara otoriter. Dalam negara otoriter, negara menjadi pelayan bagi dirinya sendiri sebagai entitas yang terpisah dari rakyat. Negara hanya merupakan jaringan hubungan untuk melanggengkan kepentingan penguasa dan kelompoknya. Partisipasi politik lebih bersifat mobilisasi, lembaga-lembaga politik dan negara hanya menjadi simbol.
Perubahan dianggap sebagai ancaman terhadap negara dan penguasa. Akibatnya, negara tidak pernah dapat dituntut untuk bertanggung-jawab, kecuali dipaksa melalui jalan atau cara ekstrim, misalnya melalui revolusi dan pemberontakan yang selalu melahirkan guncangan politik dengan harga yang sangat mahal. Semua cerita duka anak negeri mengenai akibat dari pola pengelolaan kekuasaan yang otoriter sudah tersimpan dalam arsip sejarah bangsa. PDI Perjuangan tak pernah sekalipun bermimpi untuk sekali lagi melewati masa kelam tersebut.
Tetapi PDI Perjuangan juga sangat menyadari, demokrasi liberal murni juga bermasalah. Memang, liberalisme dengan penghormatan penuh pada hak-hak individu adalah bentuk sangat ideal jika diukur dari kepentingan dan kebebasan individu.
Tetapi manusia Indonesia yang diidealkan PDI Perjuangan bukan semata-mata individu. Manusia sekaligus saudara sebangsa, sekaligus sahabat sesama warga negara, sekaligus makluk sosial. Apalagi, interaksi manusia selalu mengandung perbedaan dan konflik kepentingan karena berbagai faktor. Dengannya, kebebasan individu/rakyat tidak bersifat mutlak. Kebebasan mutlak akan menghasilkan tidak adanya fungsi institusi, kohesi sosial melemah, dan partisipasi berubah menjadi anarki. PDI Perjuangan mencatat hal-hal ini terjadi terutama di negara-negara yang masih menghadapi masalah pembangunan bangsa (nation-building) dan pembangunan negara (state-building). Kebebasan mutlak akan menghasilkan anarkisme yang mengancam individu, masyarakat, dan negara.
~ 27 ~
Karenanya, bagan 9 yang menggambarkan posisi ideologis PDI Perjuangan menyediakan jalan tengah dari titik-titik ekstrim demokrasi. Jalan tengah itu adalah sosio-demokrasi sebagaimana dirumuskan Bung Karno. Sosio-demokrasi pada dasarnya adalah demokrasi yang menempatkan semua aktor dalam interaksi yang saling bertanggung jawab untuk memenuhi kepentingan yang berimbang antar mereka. Demokrasi bukan alat, melainkan bentuk masyarakat yang mengandung unsur tujuan dan proses untuk mencapai tujuan tersebut. Di dalam proses mencapai tujuan terdapat unsur keterwakilan dan pelembagaan aktor politik dan kepentingan mereka.
Di dalamnya terdapat musyawarah mufakat dan bukan adu kekuatan dan kuantitas. Di dalamnya melekat akal sehat publik (public reason). Berdasarkan aktornya, pilar demokrasi adalah negara, kekuatan-kekuatan politik, dan rakyat. Terdapat tiga model demokrasi yang menggambarkan hubungan antara ketiga aktor demokrasi tersebut yaitu demokrasi komunitas, demokrasi publik, dan demokrasi pluralistik. Bagi PDI Perjuangan, pertemuan antara tiga model demokrasi ini merupakan kerangka dasar untuk mewujudkan sosio-demokrasi untuk Indonesia di abad XXI.
~ 28 ~
Demokrasi komunitas menekankan pada aspek partisipasi dalam ikatan-ikatan sosial/masyarakat yang diperkuat oleh pendidikan, nilai, moral, dan sebagainya. Dalam model demokrasi komunitas, pemerintah/negara harus menekankan keterwakilan, partisipasi, dan responsif terhadap semua anggota masyarakat.
Konsensus menjadi lebih penting dari pada hak-hak individu dan suara mayoritas. Bagi PDI Perjuangan, dalam model demokrasi komunitas, strategi institusionalisasi demokrasi merupakan strategi utama yang harus dilakukan oleh negara untuk melembagakan proses politik yang terjadi antar kekuatan politik.
Sementara itu, demokrasi publik lebih menekankan pada legitimasi dan rasionalitas dalam membuat keputusan bersama yang dilakukan dalam suatu ruang publik yang menjadi tempat pertukaran ide, gagasan, dan sebagainya. Karena itu infrastruktur demokrasi yang harus disiapkan oleh sistem demokrasi publik adalah adanya ruang publik untuk membicarakan berbagai masalah secara bebas; adanya prosedur untuk menjamin bahwa perdebatan dan diskusi dan pengambilan keputusan dilakukan secara adil dan setara; mengutamakan kepentingan umum yang lebih besar; dan bahwa negara/pemerintah melembagakan semua hal di atas dalam hukum-hukum negara dan kebijakan negara. Bagi PDI Perjuangan, model ini dibangun melalui strategi pendalaman demokrasi dengan tiga lapis fondasi, yaitu (1) adanya masyarakat sipil yang kuat dan plural; (2) adanya ruang publik dalam segala bentuknya sebagai tempat perdebatan umum dan pembentukan opini publik; dan (3) institusi-institusi pengambilan keputusan pemerintah. Dengan mengikuti alur ini maka legitimasi dan rasionalitas dapat diperoleh.
Sementara itu demokrasi pluralistik lebih melihat demokrasi sebagai arena konflik dalam masyarakat yang sangat plural secara identitas, moral, dan diskursus
~ 29 ~
yang terjadi di dalamnya. Politik adalah pertempuran untuk memperoleh posisi hegemoni dalam masyarakat yang plural tersebut, bukan tentang kepentingan bersama dan konsensus. Bagi PDI Perjuangan, model demokrasi pluralistik diperkuat dengan menerapkan strategi perluasan demokrasi untuk memperbesar ruang partisipasi rakyat dalam proses politik.
~ 30 ~
Strategi Perjuangan VI: Pluralisme-Bhineka Tunggal Ika
Bagi PDI Perjuangan, pluralisme merujuk kepada pengakuan dan penghargaan atas adanya keanekaragaman dalam masyarakat, ada banyak hal lain di luar kelompok yang harus diakui. Pluralisme adalah sebuah paham yang mengakui dan memperjuangkan pluralitas dalam masyarakat. Secara umum, pluralisme dipahami sebagai sebuah kerangka di mana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik. Pluralisme adalah tamansari yang diamini sebagai berkah oleh PDI Perjuangan, bukan sebuah kutukan.
PDI Perjuangan sepenuhnya menyadari bahwa pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat ini majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama. Mengapa? Karena narasi yang demikian justru hanya menggambarkan fragmentasi masyarakat, bukan pluralisme. Pluralisme juga tidak dipahami PDI Perjuangan sekedar kebaikan negatif, yakni hanya ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisme. Pluralisme bagi PDI Perjuangan adalah sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bond of civility).
Bagi PDI Perjuangan, pluralisme yang memahami adanya perbedaan-perbedaan untuk kemudian pemahaman itu ditingkatkan menjadi toleransi dan tolong menolong, gotong royong antar umat beragama, bukan dari sisi sinkretisme ajaran agama, melainkan dari sisi umat dan kemanusiaannya yang bersifat aktif-partisipatif. Ini sesuai dengan apa yang sudah dicanangkan bangsa Indonesia melalui Undang-Undang dasar 45 pasal 29 ayat 1 yang menyatakan "Negara berdasar atas keTuhanan YME"; dan ayat 2 yang mengatur bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu". Inipun sesuai dengan simbol yang ada di lambang burung Garuda Pancasila yakni "Bhinneka Tunggal Ika" "meski berbeda-beda tetap satu jua".
Dari kacamata ideologis PDI Perjuangan, persoalan Indonesia yang masih tersisa hingga hari ini adalah bagaimana menyelesaikan beragam problem kebangsaan dan kemanusiaan. Kebijakan politik, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan keagamaan berbasis monokultur sering menyebabkan warga kehilangan arah dan kearifan otentiknya. Kebijakan politik kenegaraan yang selama sekian lama lebih bersumber dari konsep kebangsaan dan nasionalitas berdasar ide monokultur mengatasi tiap keunikan lokal. Bhinneka Tunggal Ika akhirnya hanya berakhir sebagai jargon, tak menjadi sumber inspirasi pengembangan tata sosial, politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan.
Kebijakan monokultur dengan mengabaikan keunikan dan pluralitas seperti yang
~ 31 ~
selama ini dijalankan, memasung pertumbuhan pribadi kritis dan kreatif. Akibatnya, warga bangsa ini hanya memiliki jalan tunggal menjalani hidup kebangsaannya hingga gagal mengatasi problem kehidupan yang kompleks dan terus berkembang. Persoalan sederhana mudah berkembang lebih kompleks akibat ditangani tidak proporsional.
Inilah yang telah dan akan terus dilawan PDI Perjuangan dengan menempatkan dirinya sebagai rumah bersama kaum nasionalis. Inilah yang menjadi motif ideologis PDI Perjuangan untuk memperjuangkan Indonesia sebagai ruang bersama pluralisme Indonesia. Ruang bagi ke-Indonesia-an yang sejati. Kebijakan politik kebangsaan PDI Perjuaangan telah, sedang dan akan terus disusun berdasar ide pluralisme. Pluralisme adalah masa lalu, hari ini, dan sekaligus masa depan Indonesia. Seperti yang tertera di bagan 11, negara ideal PDI Perjuangan dalam hubungannya dengan seluruh warga negara, memberikan jaminan kesetaraan di antara semua warga negara, menyediakan/memfasilitasi ruang kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman bagi semua kelompok/golongan yang ada dalam masyarakat, dan jaminan tidak adanya perlakuan diskriminatif terhadap sekelompok/golongan masyarakat. Selain itu negara juga mendorong dan menumbuhkan sikap toleran, saling menghargai, semangat gotong royong antara sesama warga negara dan kelompok-kelompok marjinal. Negara juga bertanggung jawab untuk memberikan perlakuan khusus (affimative action) terhadap kelompokkelompokmarjinal.
PDI Perjuangan menyadari bahwa kemajemukan Indonesia bukan sebab dari konflik. Tetapi, kami juga menyadari bahwa kemajemukan yang dimiliki Indonesia rentan konflik. Karenanya, negara perlu membangun komunikasi dialogis dengan
~ 32 ~
pendukungnya dan rakyat secara luas. Gejala yang menunjukkan meluasnya kesadaran publik terhadap arti penting diri pribadi, warga negara, atau rakyat berhadapan dengan negara, partai, institusi dan gerakan keagamaan ini akan terus dicermati dan akan ditanggapi oleh negara secara positif. Demikian juga pendidikan sebagai transfer ilmu dan nilai-nilai, akan digunakan oleh negara di bawah pemerintahan PDI Perjuangan untuk mensosialisasikan gagasan dan etika pluralisme kedalam kurikulum pendidikan nasional.
Dalam kebijakan politiknya, negara mempunyai kewajiban untuk tidak berlaku diskriminatif terhadap kelompok atau golongan tertentu dalam negara. Intervensi negara terhadap kehidupan beragama setiap warganegara terbatas, sepanjang tidak berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan, kriminalitas, dan ketertiban umum. Negara juga diikat oleh kewajiban untuk mendorong terciptanya rasa toleransi, saling menghargai, gotong royong di antara warga negaranya kepada kelompok-kelompok marjinal. Gagasan toleransi ini harus didasarkan kepada peletakan martabat warga pada keunikan diri, keragaman suku/etnik, agama, gender, kelas, dan komunitas lokal.
Negara dalam idealisme PDI Perjuangan berkewajiban untuk membuat perlakuan khusus sementara terhadap kelompok-kelompok marjinal melalui kebijakan politiknya untuk membantu kelompok rentan ini untuk setara dan sejajar dengan warga negara lainnya. Perlakuan khusus sementara ini harus dipahami sebagai tanggung jawab negara terhadap warganegaranya yang secara politik, ekonomi, sosial, budaya, agama dan gendernya mengalami diskriminasi maupun ketertinggalan yang memerlukan perlakuan khusus dari pemerintah.
~ 33 ~
Penutup
Nasionalisme Kerakyatan yang ditunjang oleh enam strategi perjuangan partai. Strategi perjuangan kedaulatan negara, nasionalisme bermartabat, keadilan sosial, kemandirian gotong royong, sosio-demokrasi, dan pluralisme-bhineka tunggal ika, merupakan kristalisasi ideologi partai yang didapat dari telaah historis perjalanan gagasan besar kelompok nasionalis tentang Indonesia.
Penegasan kembali Nasionalisme-Kerakyatan sebagai ideologi PDI Perjuangan yang diwujudkan secara simultan melalui enam strategi di atas dimaksudkan sebagai jawaban atas bahaya maha besar yang sedang mengintip bangsa ini: Indonesia diambang penjajahan baru. Indonesia yang hampir kehilangan semua kedaulatan, kehilangan kebanggaan dan martabat sebagai bangsa, kehilangan kemandirian, kehilangan harapan, kehilangan kepercayaan pada institusi publik, dan negara yang semakin membebaskan diri dari kewajiban publiknya atas nama kedigdayaan persaingan bebas ala neo-liberal. Sebuah keyakinan sesat yang telah membawa bangsa ini ke tepian jurang penjajahan baru.
~ 34 ~
Bagan 12 memberikan penggambaran secara menyeluruh bahwa masing-masing kelompok strategi perjuangan memiliki beberapa kebijakan pendukung/ derivasi yang berfungsi sebagai panduan utama untuk membentuk kebijakan-kebijakan negara. Bagi PDI Perjuangan, keseluruhan kebijakan pendukung harus dilaksanakan secara simultan dalam suatu garis perjuangan partai yang terintegrasi dalam sebuah dokumen manifesto: Nasionalisme-Kerakyatan.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
korwil PDI Perjuangan Belanda
+ comments + 2 comments
Nasionalisme Kerakyatan itu ideologi baru. Ada gerilya ideologi untuk menyusupkan Manifesto Kerakyatan itu dengan selubung ideologi kerja, tapi sebenarnya untuk mengganti Pancasila. Sahabat-sahabatku PDI Perjuangan yang tidak anti Bung Karno dan tidak anti Pancasila, waspadalah!!! Waspada. !!!
Nasionalisme Kerakyatan itu ideologi baru, yang sedang digerilyakan untuk mengganti Pancasila, dengan selubung ideologi kerja. Waspadalah !!!
Posting Komentar