Desentralisasi otonomi daerah (otoda) yang selama ini dijalankan Indonesia ternyata belum mampu mensejahterakan masyarakatnya. Otoda di Indonesia dinilai terlalu luas, sehingga tujuannya untuk mensejahterakan semua masyarakat belum bisa diwujudkan. Karena itu pemerintah pusat kini sedang menggodok revisi UU nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah. Hal tersebut disampaikan Ketua Pokja Tim Pokja Revisi UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah, Made Suwandi (Suwandi) saat jadi pembicara tunggal dalam Semiloka tentang Pemerintahan daerah di Pendopo Lokatantra Lamongan, Rabu (2/2). Suwandi sendiri saat ini juga tercatat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Pemerintahan Kemeterian Dalam Negeri RI. Dalam ceramahnya itu, Suwandi menyebutkan
sebenarnya untuk mengayur otonomi daerah itu
pemerintah pusat telah mengatur agar ada 31 urusan
yang diberikan pada daerah. “Inipun (urusan yang diberikan pada daerah) sangat luas. Indonesia
adalah negara otonomi daerah terluas di dunia. Mulai
darat, laut dan udara diotonomikan, “ ujarnya. Dikatakannya, ada yang salah dalam mensikapi pelimpahan kewenangan tersebut. Meski telah diatur
(kewenangan) mana yang urusan wajib dan mana
yang urusan pilihan. “Yang terjadi saat ini adalah semua kewenangan yang diberikan pada daerah
diurusi, tidak ada skala prioritas. Semakin banyak
yang diurusi, semakin banyak membutuhkan satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) dan ujung-ujungnya
membutuhkan semakin banyak membutuhkan
pegawai (PNS), “ paparnya. Sebagian besar APBD di Indonesia, lanjutnya, sekitar
53 persen diantaranya habis untuk membayar
pekerja. Ini belum termasuk biaya-biaya
perkantoran, sehingga total sekitar 70 hingga 80
persen APBD terserap untuk biaya pekerja yang
bertugas untuk memakmurkan masyarakat. Sehingga hanya ada sekitar 20 hingga 30 persen dari
APBD yang diperuntukkan untuk memakmurkan
rakyat.
Posting Komentar