Pelajaran Dari Pilkada Jawa Barat

Kamis, 26 Juni 20080 comments

Kaum Nasionalis Sekuler, Waspadalah!
Jakarta- Benar saja, bola salju sukses pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade) pada pemilihan gubernur Jawa Barat, melaju ke mana-mana. Sekarang muncul isyarat kuat PKS dan PAN bakal berduet kembali pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009.


Kemenangan Hade yang diusung Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional memang fenomenal. Kabarnya, biaya kampanye mereka hanya Rp 800 juta, hanya sekuku dana yang dikeluarkan duet Danny Setiawan-Iwan Sulanjana (Da’I) dan Agum Gumelar-Nu’man Abdul Hakim (Aman).

Lebih dari itu, keunggulan mereka juga mengisyaratkan kuatnya desakan arus perubahan. Ini pula yang mendorong dan motivasi PKS dan PAN untuk berduet kembali dalam Pilpres 2009. Mereka bakal berkoalisi.

Bagaimanapun kedua parpol itu memiliki captive market di sektor politik. Mereka didukung sebagian besar kalangan Muhammadiyah dan Islam urban serta mampu meraih suara massa mengambang (floating mass).

Para analis menyebut, tokoh dari PAN yang bisa dimajukan sebagai capres atau cawapres adalah Amien Rais, Soetrisno Bachir, dan Didik J Rachbini. Sedang calon dari PKS bisa saja Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, dan Anis Matta.

Mengenai peluang PAN-PKS pada Pilpres 2009, Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit mengingatkan, saat ini banyak anggota masyarakat yang kehilangan kepercayaan kepada sosok nasionalis atau kebangsaan, dan dalam kasus Pilkada Jabar. Terbukti, massa mengambang melampiaskan kekesalannya kepada kepemimpinan nasionalis yang terbukti kurang berhasil, dengan memilih sosok parpol Islam sebagai ekspresi kekecewaan.

“Peluang parpol Islam ke depan dalam Pilpres 2009, terbuka lebar jika kaum kebangsaan tak berkonsolidasi dan bersinergi,” katanya.

Masyarakat kini dalam kondisi kelelahan akibat tekanan ekonomi yang dahsyat. Sehingga kesempatan bagi PAN-PKS pada pilpres mendatang lebih terbuka.

Pertanyaannya, sosok dari PAN atau PKS-kah yang bakal dimajukan sebagai capres? Mana yang akan lebih menguntungkan? Ada analis yang mengatakan figur dari PKS sebaiknya capres, ada pula yang bependapat sebaliknya PAN saja capresnya.

“Pertanyaannya, siapa yang akan dimajukan sebagai capres dan cawapres, itu tergantung komitmen politik pimpinan partai. Juga, bisa tergantung perolehan suara dalam pemilu. Yang suaranya lebih besar yang tokohnya dicalonkan jadi capres,” ujar Direktur Indobarometer, M Qodari.

Yang lebih substansial adalah tokoh yang akan dimajukan. Siapakah tokoh dari kedua partai itu yang lebih banyak mendapat perhatian positif dari masyarakat. Apalagi kepopuleran figur dua partai itu harus bersaing dengan figur-figur dari partai lain seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, Wiranto, Megawati, Gus Dur, maupun Akbar Tandjung.

Mengingat usia kedua partai ini relatif muda, yakni sekitar 10 tahun, maka pada Pilpres 2009 ini merupakan fase akhir siklus figur-figur yang muncul saat reformasi seperti Mega, Amien Rais, Akbar.

Menurut Qodari, saat ini adalah musim pancaroba. Banyak tokoh lama kehilangan simpati publik, namun tokoh baru belum terlalu muncul. “Saat seperti ini yang diuntungkan adalah tokoh lama karena lebih dikenal. Tapi kalau yang muda bisa meng-create momentum, bukan tidak mungkin bisa mengalahkan yang tua,” kata pria berkacamata ini. (Inilah.com/bj2)
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ekonik3 - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger