Legende dan Realiteit SEKITAR PROKLAMASI 17 AGUSTUS (1)

Senin, 25 Agustus 20080 comments

17 Agustus 1945 sudah banyak ditulis oleh tokoh-tokoh bangsa baik yang masa itu disebut golongan tua (mis. Achmad Subardjo dkk) maupun golongan muda (mis. Adam Malik, Sidik Kertapati dll). Tetapi tulisan-tulisan tersebut mengandung hal-hal yang beraroma subyektif. Hal tersebut memang sering terjadi, yang seharusnya harus dihindari. Maka dengan mencermati tulisan-tulisan mereka berdasarkan hukum logika diharapkan bisa ditemukan obyektifitasnya.

Dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia ke-63 ini saya suguhkan tulisan Bung Hatta "Legende dan Realiteit SEKITAR PROKLAMSI 17 AGUSTUS"*) secara bersambung. Semoga tulisan tersebut bermanfaat. MD Kartaprawira, Nederland, 17 Agustus 2008
*)Sumber: Kronik RevolusI Indonesia, Jilid I; Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil, 1999, hal.510-522
Oleh: Bung Hatta

Tiap-tiap kejadian yang bersejarah sering diikuti oleh dongeng dan legende. Legende itu ada yang keluar dari fantasi belaka karena ingin mendapat kenang-kenangan yang lebih bagus dari yang sebenarnya. Sering pula gambaran fantasi itu bertambah kocak dalam perkembangannya dari orang-seorang atau lingkungan kecil sampai kepada orang banyak. Ada pula legende itu dihidupkan dan dipupuk oleh sesuatu golongan yang berkepentingan, maupun untuk keperluan politik mereka atau pun untuk kebesaran bangsa yang membuat sejarahnya.

Dalam tiap-tiap gambaran daripada masa yang lalu, apa lagi jika ditulis dalam waktu yang amat banyak dekat dan pergolakannya belum lagi selesai, banyak bercampur "Dichtung und Wahrheit". Gambaran itu lebih banyak memakai warna cita-cita pengarangnya daripada menyerupai kejadian-kejadian yang sebenamya. Dan di sinilah terletak kewajiban daripada ilmu sejarah untuk memisahkan Wahrheit dari Dichtung.

Cerita yang didengar tentang berbagai bukti yang terjadi jang tidak terjadi dikumpulkan dan diperbandingkan, diuji dengan logika yang tajam dan peninjauan yang kritis, dan diperiksa apakah benar duduknya menurut hukum kausal, y.i. perhubungan sebab dan akibat. Pendapat sejarah tadi menjadi dasar bagi penyelidikan selanjutnya. Penyelidikan sejarah tentang suatu masalah yang telah dikupas tidak habis, sebab bahan-bahan yang terdapat kemudian menambah sempurnanya pengetahuan dan gambaran dan kebenaran tentang masa yang lalu. Maksud sejarah bukanlah memberikan gambaran yang lengkap tentang masa yang lalu, yang tidak pernah akan tercapai, melainkan memberikan bentuk daripada masa yang lalu, supaya roman masa yang lalu itu jelas terpancang di muka kita. Semangkin banyak "Wahrheit" yang diperoleh dan semangkin sedikit "Dichtung" yang tinggal pada bahan yang terkumpul, semangkin dekat bentuk masa yang lalu diperbuat itu pada kebenaran.

Proklamasi 17 Agustus adalah suatu Kejadian Besar yang menentukan jalan sejarah Indonesia. Dan sebagai suatu kejadian yang bersejarah sudah tentu ia diikuti pula oleh berbagai dongeng dan legende, yang jika diperhatikan betul satu sama lain ada yang tidak sesuai dan bertentangan. Salah satu dari legende itu ialah bahwa Sukarno dan Hatta hanya bersedia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia setelah dipaksa oleh pemuda.

Menurut legende itu, karena Sukarno dan Hatta tidak mau menyetujui desakan pemuda untuk memproklamirkan Indonesia Merdeka, maka pada tanggal 16 Agustus pagi mereka dibawa ke Rengasdengklok dan di sana dipaksa menandatangani Proklamasi Kemerdekaan itu yang esok harinya dibacakan di Pegangsaan Timur 56 pukul 10 pagi.

Pengaruh daripada legende ini kita jumpai dalam buku Muhammad Dimyati "Sejarah perjuangan Indonesia". Pada halaman 90 kita dapati uraian seperti berikut:

"Pada tanggal 16 Agustus jam 4.30 pagi berangkatlah Bung Karno-Hatta keluar dari kota Jakarta, dengan mobil, diantarkan oleh Sukarni dan J. Kunto menuju ke tangsi Rengasdengklok, karena dikuatirkan kedua pemimpin itu akan diperalatkan oleh Jepang kalau tetap tinggal di rumahnya. Tangsi Rengasdengklok pada waktu itu sudah dikuasai oleh pemuda-pemuda Indonesia 14 yang akan memberontak kepada Jepang. Di sana diadakan perundingan

14 Yang sebenamya tangsi Rengasdengklok adalah ashrama Peta. Pasukan Jepang tak ada di sana.



untuk segera memproklamirkan Indonesia Merdeka. Karena belum tercapai kata sepakat dan kebulatan tekad, kemudian pada malam tanggal 17 Agustus jam 12 perundingan diteruskan di sebuah gedung di Nassauboulevard-straat kota Jakarta. Di situlah berkumpul segenap pemimpin-pemimpin Indonesia dan anggota panitia persiapan kemerdekaan Indonesia yang tadinya dilantik oleh Jepang tapi sejak waktu itu telah memutuskan hubungan dengan Jepang. Dalam perundingan itu Sukarni menyorongkan teks Proklamasi Indonesia Merdeka di mana di bawahnya memakai kalimat: 'Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan yang ada harus direbut dari orang asing yang masih mempertahankannya.'

Susunan kalimat serupa itu tidak mendapat persetujuan dari hadirin; minta dirobah yang agak halus. Akhimya Sajuti Melik (M.I. Sajuti) dapat memecahkan kesulitan itu dengan mengemukakan susunan: 'Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lainnya diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. '

Di sini dongeng telah berobah. Sukamo dan Hatta yang dilarikan ke Rengasdengklok "karena dikuatirkan kedua pemimpin itu akan diperalatkan oleh Jepang kalau tetap tinggal di rumahnya", dibawa kembali ke Jakarta untuk meneruskan perundingan yang tidak selesai di Rengasdengklok. Dalam uraian yang beberapa kalimat saja sudah ada jalan pikiran yang bertentangan. Dikuatirkan kedua pemimpin akan diperalatkan oleh Jepang kalau tetap tinggal di rumahnya di Jakarta, tetapi mereka dibawa Kembali ke Jakarta. Logika?15

15) Dimyati menulis bahwaa uraiannya tnang perjoanan Proklamasi dambil dari buku "Riwayat Proklamasi 17 Agustus 1945" karangan Adam Malik. Jika diperhatikan dengan teliti, Muhmmad Dimyati baru menulis cerita dalam bukunya, belum menlis sejarah.

Dalam legende baru ini muncul Sajuti Melik sebagai seorang yang memberikan kata yang penghabisan tentang isi Proklamasi. Dokumen yang asli membuktikan bahwa Proklamasi itu ditulis dengan tangan Bung Karno sendiri, sedangkan patokan kalimatnya dan gaya bahasanya sarna sekali tak sesuai dengan "stijl" Sajuti Melik!

Sekian Legende sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Bagaimana realiteitnya?

Berlainan dengan cerita Mohammad Dimyati, sebenamya tidak ada perbedaan paham tentang memproklamirkan Indonesia Merdeka. Perbedaan terdapat tentang caranya.

Seperti diketahui, Sukarno, Hatta dan Dr. Radjiman Wedijodiningrat diundang oleh Panglima Tertinggi tentera Jepang di Asia Tenggara ke Dalat (Indochina) untuk menerima putusan Pemerintah Jepang tentang Indonesia Merdeka. Dalam pertemuan resmi tanggal 12 Agustus, Jenderal Terauchi berkata: "Terserah kepada tuan-tuan akan menetapkan, kapan Indonesia akan merdeka."

Waktu kembali dari Dalat utusan yang tiga tadi bertemu di Singapore dengan Mr. Teuku Hassan, Dr. Amir dan Mr. Abbas, y.i. anggota-anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dari Sumatra, yang akan bertolak bersama-sama ke Jakarta. Juga mereka mendengar kabar bahwa Rusia telah mengumumkan perang kepada Jepang dan sudah menyerbu ke Mansyuria.

Setelah bertukar pikiran kami semuanya mendapat keyakinan, bahwa tiwasnya Jepang tidak akan berbilang bulan, melainkan berbilang minggu. Sebab itu pernyataan Indonesia Merdeka harus terjadi selekas-lekasnya.

Setelah kembali ke Jakarta tanggal 14 Agustus, masih di lapangan terbang Kemayoran Bung Kamo berpidato di muka khalayak ramai yang datang menyambut "Kalau dahulu saya berkata, sebelum jagung berbuah Indonesia akan merdeka, sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga."

Sorenya tanggal 14 Agustus itu juga Sjahrir datang memberi tahukan kepada saya bahwa Jepang telah minta damai kepada Sekutu, dan bertanya: bagaimana soal kemerdekaan kita? Jawab saya, soal kemerdekaan kita adalah semata-mata di tangan kita.

Menurut pendapat Sjahrir pernyataan kemerdekaan Indonesia janganlah dilakukan oleh Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sebab Indonesia Merdeka yang lahir semacam itu akan dicap oleh Sekutu sebagai Indonesia buatan Jepang. Sebaik-baiknya Bung Kamo sendiri saja menyatakan sebagai pemimpin rakyat atas nama rakyat dengan perantaraan corong radio.

Bung Kamo tidak setuju dengan usul Sjahrir, karena sebagai ketua Badan Persiapan tidak bisa ia bertindak sendiri dengan meliwati saja badan itu. Selanjutnya ia ingin mendapat keterangan dulu dari Gunseikanbu tentang berita Jepang menyerah itu.

Setelah keesokan harinya, tanggal 15 Agustus ternyata bahwa Jepang memang minta berdamai, maka kami putuskan mengundang Panitia Persiapan berapat tgl. 16 Agustus pukul 10 pagi di kantor Dewan Sanyo Pejambon 2. Pernyataan Indonesia Merdeka harus dilakukan selekas-lekasnya, Undang-Undang Dasar harus dimufakati dengan tiada banyak berdebat dan susunan pemerintahan Indonesia di pusat dan daerah harus dapat diselenggarakan dalam beberapa hari saja. Anggota-anggota Panitia Persiapan dari luar Jawa harus kembali selekas-lekasnya ke daerah masing-masing dengan membawa instruksi yang lengkap dari pemerintah Indonesia Merdeka. Waktu itu tidak boleh terbuang karena kalau mereka terlambat pulang, mungkin mereka dihalang-halangi berangkat oleh Jepang yang sejak menyerah kedudukannya di Indonesia hanya sebagai juru kuasa Sekutu saja lagi. Sungguhpun Jepang telah menyetujui kemerdekaan Indonesia, tentera Jepang di Indonesia boleh diperintah oleh Sekutu untuk menindas dan melikwidir Indonesia Merdeka. Kami harus memperhitungkan bahwa Sekutu akan mencoba mengembalikan Indonesia ke bawah pemerintah Hindia Be1anda. Revolusi yang diorganisir harus ada, barulah kemerdekaan dapat dipertahankan dengan perjoangan yang dipikul oleh seluruh rakyat Indonesia.

Berdasar atas keyakinan inilah maka saya menolak teori merebut kekuasaan oleh pemuda, peta dan rakyat, yang dianjurkan kepada saya sore hari itu oleh almarhum Subianto dan Subadio, anggota Parlemen sekarang. Perebutan kekuasaan itu harus didahului oleh pernyataan kemerdekaan oleh Bung Kamo dengan perantaraan corong radio. Kepada kedua pemuda itu saya tegaskan bahwa saya suka revolusi, akan tetapi menolak putsch. Keterangan ini tidak memuaskan mereka, hanya menimbulkan kekecewaan mereka pada saya. Beberapa waktu Subianto, yang sejak zaman Jepang rapat hubungannya dengan saya seperti anak sama bapak, menjauhi saya. Tetapi kemudian ia kembali pada saya mengatakan bahwa pendirian sayalah yang benar. Sejak itu Subianto menerima tugas yang penting-penting dari saya yang diselenggarakannya dengan baik, sampai ia tiwas di Serpong.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 10 pagi hadirlah segala anggota Badan Persiapan dan beberapa orang terkemuka serta pers yang diundang di gedung Pejambon 2.

Tetapi yang tidak hadir ialah ....................... yang mengundang, yaitu Sukarno dan Hatta, yang pagi itu pukul 4 dilarikan oleh Sukarni c.s. ke Rengasdengklok. Alasan yang dikemukakan Sukarni untuk membawa kami ialah begini. Oleh karena Bung Karno tidak mau menyatakan kemerdekaan Indonesia sebagaimana mereka kehendaki, maka pemuda dan peta dan rakyat akan bertindak sendiri. Di Jakarta akan ada revolusi merebut kekuasaan dari Jepang. Bung Karno dan kami perlu disingkirkan ke Rengasdengklok untuk meneruskan pemerintahan Indonesia Merdeka dari sana.

Mendengar alasan ini tergambarlah di muka saya bencana yang akan menimpa Indonesia. Tindakan gila-gilaan dari pemuda ini pasti gagal. Putsch ini akan membunuh Revolusi Indonesia.
Hari itu juga ternyata, bahwa pemuda-pemuda yang berdarah panas ini tidak dapat merealisir teori mereka sendiri. Putsch tidak jadi terjadi, di luar Jakarta tidak ada persiapan sama sekali. Hanya Jepang yang telah siap dengan niatnya yang masih lengkap untuk menyambut segala kemungkinan. (BERSAMBUNG)
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ekonik3 - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger